Tahukah Anda bahwa ketika semut bertemu, mereka terlihat saling berciuman dengan kawan-kawannya? Fenomena ini menarik perhatian para ilmuwan karena tidak hanya terjadi pada satu semut saja, melainkan hampir pada semua barisan semut yang panjang.
Para ilmuwan meyakini bahwa kebiasaan unik ini merupakan bentuk komunikasi antar semut. Mengingat semut tidak memiliki suara, mereka berkomunikasi dengan menggunakan sinyal kimia melalui transfer air liur atau yang disebut dengan trophallaxis.
Richard Benton, seorang peneliti dari Center for Integrative Genomics di University of Lausanne, Swiss, menjelaskan bahwa awalnya trophallaxis hanya digunakan sebagai sarana berbagi makanan. Namun dalam konteks lain, trophallaxis dapat menjadi sebuah bentuk interaksi sosial ketika semut bertemu dengan teman satu sarang.
“Oleh karena itu, kami ingin mengetahui apakah pertukaran cairan trophallaxis mengandung molekul yang memungkinkan semut untuk menyampaikan pesan kimia satu sama lain, bukan hanya seputar makanan,” jelas Richard Benton seperti yang dikutip dari science daily.
Melalui penelitian yang dilakukan, para ilmuwan menemukan bahwa cairan mulut semut mengandung bahan kimia yang mungkin membantu menyeragamkan aroma semut dalam satu koloni dan bahkan berdampak pada pertumbuhan larva mereka. Namun untuk menemukan kandungan molekul tersebut, para peneliti harus mencari cara untuk mengumpulkan ludah semut.
Dalam upaya mendapatkan jawaban, para ilmuwan memancing trophallaxis dari semut dengan memberi mereka larutan gula dan sementara waktu mengisolasi mereka dari teman-temannya. Hal ini dilakukan agar semut lebih cepat berbagi ludah dengan sesama saat bertemu.
Namun, metode ini masih menghasilkan kadar ludah yang rendah dan rentan terhadap variabel pengganggu. Para ilmuwan menyadari bahwa cairan mulut semut mungkin berubah karena pengaruh makanan yang mereka konsumsi atau efek dari isolasi.
Oleh karena itu, para ilmuwan mencari cara alternatif. Mereka membius semut secara sementara dengan karbon dioksida dan kemudian dengan hati-hati “memeras” mulut semut hingga ludah keluar.
Cairan yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan sedikit air liur yang dikumpulkan menggunakan metode memberikan gula serta kandungan dalam usus semut dan peredaran darah, untuk memastikan bahwa apa yang mereka kumpulkan adalah cairan mulut yang sama yang ditukarkan selama proses trophallaxis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cairan mulut semut mengandung jauh lebih banyak komponen daripada sekadar makanan. Dalam ludah semut, terdapat puluhan protein serta 64 microRNA, yaitu segmen kecil dari molekul yang membantu menerjemahkan instruksi genetik menjadi protein dan membangun tubuh semut.
Selain itu, ditemukan pula adanya rantai panjang hidrokarbon yang dapat membantu memasang aroma khusus dari koloni pada individu semut. Hal ini merupakan sinyal penting dalam identifikasi dan interaksi sosial antar semut. Meskipun demikian, penelitian ini belum dapat membuktikan secara langsung bahwa trophallaxis memiliki pengaruh langsung terhadap aroma atau imunologi semut.
Dengan temuan menarik ini, para ilmuwan terus melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami lebih dalam tentang fenomena trophallaxis pada semut. Penemuan-penemuan tersebut diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam komunikasi dan perilaku sosial semut serta memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang lebih luas.